Rantau Prapat, pirnas.com & pirnas.org | Terindikasi Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Pematang Celeng, Kecamatan Bilahhulu Labuhanbatu. Layaknya perusahaan Koperasi yang meraup keuntungan besar. Pasalnya: kebijakan sekolah tersebut tidak pantas diacungi jempol. Mengingat keputusan pemerintah terkait biaya sekolah yang seharusnya dibebaskan. Mengingat besarnya dana BOS yang dikucurkan oleh Pemerintah. Namun apa yang terjadi, Sekolah SMA 2 tersebut tetap ambil kebijakan di luar peraturan yang ada, mengutip uang SPP sebesar Rp. 32.000/siswa.
Lanjut pada posisi lain terkait kebijakan sekolah, mengenai baju seragam batik, baju olah raga, topi dan dasi. Kebijakan sekolah SMA 2 Bilahhulu lakukan pengutiban tentang baju tersebut Rp. 450.000/siswa, pada penerimaan siswa tahun 2018. Namun sampai saat ini tahun 2019, baju batik tak kunjung datang, uang tidak dikembalikan.
Kepala sekolah (Mara Muda Ritonga) saat dikonfirmasi media di sekolah tersebut, membenarkan bahwa baju yang diharapkan belum lengkap diterima siswa siswi sebagaimana mestinya. Adapun yang sudah diberikan pada murid, baju olah raga, topi juga dasi. Tentang baju batik, sampai saat ini belum ada dikirim, ujar kepala sekolah.
Ketika awak media yang terjumlah beberapa media, seperti : Jurnal polisi, media pirnas, SIB, matalensa, harian refortase, di sekolah (Mara Muda Ritonga) mengaku, bahwa sudah 2 tahun baju batik tersebut tidak belum turun. Yang sudah ada terkirim dari awal hanya sejumlah 30 potong. Namun saya tidak bagikan karena belum cukup, ujarnya.
Sangat menjadi pertanyaan, bila grosir atau pemborong dari pesanan tersebut tidak kunjung datang, kenapa pihak sekolah tidak tarik uang DP tersebut? Sementara sudah dua tahun lamanya. Jelas saja hal ini menimbulkan kecurigaan para siswa/siswi, namun tidak berani berkata takut ada apa apanya.
Ketika hal ini sampai pada media, dugaan para siswa/siswi hampir terjawab atas kecurigaan. Bila media tidak ambil alih dalam temuan, sepertinya hanya dibawa santai santai saja, buktinya sudah berjalan dua tahun baju tak kunjung datang, uang tidak kembali. Yang sangat menghebohkan saat dikonfirmasi wartawan Sinar indonesia baru (SIB) kepala sekolah lontarkan kata, “masih banyak yang parah lakukan korupsi, kenapa mesti saya yang ditekan karena keterlambatan baju? “ujar kepala sekolah, seolah berbahasa yang tidak terdidik, sementara beliau seorang pendidik.
Hal ini telah disampaikan oleh wartawan (Rahmat Siregar) pada UPTD Dinas Perwakilan Sumut, di Labuhanbatu, namun tidak ada jawaban yang akurat mengenai permasalahan tersebut.
Wajar dan sangat wajar sekali bila pihak sekolah tersebut terindikasi lakukan pungutan liar, demi sesuatu. Seperti kata pepatah, sakti guru sakti murid, santun guru maka murid juga akan santun. Dalam hal ini, perlunya kebijakan Dinas terkait juga pemerintah mengambil sikap atas kekecewaan para murid. Yang mana para siswa/siswi yang mengalami hal ini 75% warga tidak mampu.
Reporter : Rahmat Siregar