PIRNAS.ORG & PIRNAS.COM | JAKARTA – Ketua Umum DPP Jam’iyah Batak Muslim Indonesia (JBMI), H. Albiner Sitompul, S.IP., M.AP, menyetujui jika test DNA dijadikan alat bukti yang kuat dalam melindungi hak perdata anak. Wacana itu dikemukakan Albiner Sitompul saat membuka acara Focus Group Discussion (FGD) bertema: ‘Menyelesaikan Sengketa Hak Waris di Indonesia : Tes DNA Mutlak dalam Menentukan Hak Perdata Anak’ di Kantor DPP JBMI, Rawamangun, Jakarta Timur, pada hari Kamis (19/12/2019) kemarin.
Menurut Albiner Sitompul, sejauh ini, JBMI berasumsi bahwa teknologi Deoxirybo Nucleic Acid (DNA) menjadi faktor penting sebagai way out (jalan keluar) terhadap problematika kewarisan dalam hukum Islam. Sesuai dengan maqashid syari’ah, khususnya li hifz an-nasi (memelihara keturunan), tes DNA mutlak sebagai alat pembuktian, baik dalam penetapan nasab maupun penetapan ahli waris.
“DNA adalah bahan kimia utama yang berfungsi sebagai penyusun gen yang menjadi unit penurunan sifat (hereditas) yang meneruskan informasi biologis dari induk kepada keturunannya,” jelas Albiner Sitompul.
Hanya saja, sambung Albiner Sitompul, di negara kita wacana seputar DNA masih sekadar wacana klasik. Namun, sejalan dengan perkembangan teknologi kesehatan, semakin hari wacana DNA semakin aktual. Karena, DNA terkait erat dengan penentuan keturunan, perwalian anak, adopsi anak, penetapan hak waris, dan yang paling umum adalah forensik.
“Karena itu, JBMI merekomendasikan perlunya kajian akademis secara mendalam untuk menjawab persoalan di atas. Tentunya dengan berbagai perspektif, seperti perlindungan ibu dan anak, hukum Islam, praktik hukum di Indonesia, geneologi, dan lain-lain,” kata Albiner.
Kajian akademis tentang DNA ini dilakukan secara bertahap di berbagai provinsi di Indonesia. Sasarannya adalah, pertama, terciptanya kesamaan pandang terhadap penentuan hak perdata anak. Kedua, kebijakan hukum terkait dengan semangat pembangunan hukum perdata Islam di Indonesia. Ketiga, terjadi kesamaan pandang terhadap penyelesaian waris yang terkait dengan status perdata anak berbasis tes DNA.
“Menurut JBMI, pada akhirnya perlu rekomendasi akhir seminar untuk disampaikan kepada Mahkamah Agung RI,” kata Albiner Sitompul.
Rencananya, dalam waktu dekat JBMI memprakarsai diselenggarakan seminar tentang pentingnya tes DNA dalam menentukan hak perdata anak di tiga tempat. Yakni, di Universitas Islam Negeri (UIN)Yogyakarta, UIN Banten, dan UIN Riau.
Senada hal itu pembicara James Simanjuntak menyatakan,’’ bahwa tes DNA mutlak memang belum diatur dalam hukum di Indonesia. Ketentuan hukum, baik perdata maupun pidana, DNA tidak masuk dalam lima alat bukti yang sah’’ Imbuhnya.
Lanjut James bahwa ia setuju tes DNA nantinya dijadikan alat bukti yang sah dalam hukum di Indonesia Namun dalam hukum, menurut James Siamjuntak, DNA dapat dijadikan sebagai petunjuk oleh hakim. Persoalannya, hakim mau menerima atau tidak tes DNA tersebut. Jadi, tergantung hakimnya. Dalam bahasa hukum, DNA disebut sebagai alat bukti sekunder.
“Untuk meyakinkan hakim bahwa DNA bisa menjadi alat bukti yang sah, maka orang itu harus bisa membuktikan alat bukti satu lagi. Itu biasanya pakai keterangan saksi,” kata James Simanjuntak.
James Simanjuntak menilai, pembahasan tes DNA menjadi sangat penting, apalagi dikaitkan denganperkembangan teknonologi saat ini. Ia mencontohkan UU ITE. Sebelumnya, baik perkara perdata maupun pidana, dokumen elektronik tidak bisa dijadikan alat bukti yang sah. Dengan adanya UU ITE, maka dokumen atau pesan-pesan orang dalam sosial media, merupakan alat bukti, dan diterima oleh penyidik.
“Apalagi tes DNA, menurut saya sangat valid. Karena dilakukan melalui penelitian ilmiah dan dilakukan di laboratorium. Itu pun sifatnya sebatas petunjuk,” ujarnya.
Dari sisi hukum, James Simanjuntak melihat tes DNA penting untuk melindungi hak-hak hukum si anak. Setelah diketahui bapak biologis dari anak itu, maka dia bisa meminta pertanggungjawaban secara perdata maupun pidana.
Ditempat yang sama Sekjen DPP JBMI H. Arif Rahmansyah Marbun (berbaju batik merah) dan Ketum JBMI H. Albiner Sitompul bersama para pembicara seusai acara FGD. Dalam kasus lain, jika terbukti anak itu hasil perselingkuhan seorang istri dengan pria lain, menurut James Simanjuntak, suaminya bisa melaporkan perkara ini secara pidana. Maka, tes DNA dapat dijadikan alat bukti. Perkara seperti ini dinamakan tindak pidana aduan absolut. Jadi, pihak suami yang boleh melaporkan dugaan perzinahan istrinya dengan pria lain tersebut. Dalam hukum pidana, yang dilaporkan kedua pelaku perzinahan. Keduanya harus diproses secara hukum pidana.
James Simanjuntak sependapat dari hasil diskusi dan seminar tentang tes DNA yang diinisiasi JBMI akan direkomendasikan ke MA. Minimal MA mengeluarkan surat edaran, baik dari kamar perdata, agama, maupun kamar pidana, yang menyatakan bahwa tes DNA bersifat mutlak, dan dapat diterima sebagai alat bukti yang kuat. Sehingga bisa dijadikan acuan hukum bagi hakim dalam memutuskan perkara di pengadilan,” kata James Simanjuntak.
(R Marpaung)